Apakah anda juga ikut-ikutan terkena syndrom demam Barbie belakangan ini? Namun, tahukah anda fakta bahwa adaptasi sinematik film Barbie dari Mattel menjadi momentum kebangkitan dunia box office. Setelah pandemi menyerang, dunia box office serasa mati suri. Bioskop-bioskop menjadi sepi pengunjung karena kebanyakan orang memilih menonton film kesukaan dari rumah. Namun sekali lagi, kesuksesan film Barbie bukanlah sebuah kebetulan. Anda bahkan bisa belajar marketing dari Barbie-Mania. Bagaimana caranya? Berikut penjelasannya.
Tim komunikasi dan marketing Mattel dan Warner Bros dikabarkan bekerja lembur sejak rilis perdana film Barbie tanggal 21 Juli lalu. Film ini memunculkan fenomena baru yang bahkan tidak terperkirakan sebelumnya, mulai dari es krim berwarna pink hingga koleksi fashion dengan aksen glitter, pakaian bertema Barbie, yang didominasi pink, putih, maupun hitam, semuanya seolah membawa kita ke dunia Barbie.
Faktanya, tim marketing film ini bekerja sama dengan lebih dari 100 brand ternama. Kesuksesan tim marketing terlihat dari fakta bahwa upaya mereka menjangkau hampir seluruh penjuru bumi. Pekerjaan yang terkoordinir dengan baik ini membawa hasil yang memuaskan: Film Barbie menghasilkan lebih dari $155 juta di Amerika Serikat saja pada minggu pertama setelah rilis. Saat ini, penghasilan dari film ini telah melewati angka yang mencengangkan, yakni $1 Milyar di seluruh dunia, dan itu menempatkan film Barbie berada di peringkat kedua sebagai film dengan penghasilan terbesar di tahun ini (hanya sedikit di bawah “The Super Mario Bros. Movie.”).
Belajar Marketing dari Barbie-Mania: Apa Yang Bisa anda Pelajari?
Kesuksesan yang dicapai film Barbie merambah ke berbagai sektor. Jika anda ingin belajar marketing dari Barbie-Mania, maka ada beberapa poin yang bisa anda pelajari dari icon plastik favorit dunia ini:
Perkenalkan Aktivasi Pengalaman
Di satu sisi, memang benar bahwa kampanye berorientasi digital menjadi kunci marketing sukses saat ini. Namun, di sisi lain, film Barbie membuktikan bahwa kampanye yang sukses tidak hanya semata-mata digital. Faktanya, aktivitas marketing dunia nyata memberikan dampak yang jauh lebih besar. Berbagai agenda, mulai dari perjalanan boat Barbie di pelabuhan Boston hingga rumah impian Malibu di dunia nyata, bekerja sama dengan Airbnb. Aktivitas marketing dunia nyata ini menjadi contoh bagaimana kegiatan tersebut berperan memperkenalkan film ini hingga ke berbagai penjuru dunia.
Jika konten marketing seperti TikTok ditujukan kepada Gen-Z, maka kerja sama dengan brand seperti Airbnb memastikan bahwa informasi tentang film ini sampai ke segmen yang lebih luas, seperti Millennial. Tahukah anda bahwa hampir separuh konsumen Airbnb tahun lalu adalah Millennial? Kesuksesan Barbie hingga ke jalanan membuktikan bahwa pemasaran offline bisa membawa hasil yang lebih besar dibanding promosi berbayar, asalkan direncanakan dan dilaksanakan dengan baik.
Pilih Brand Mitra Secara Bijak
Memang benar, kemitraan antar perusahaan biasanya menggunakan pendekatan kualitas-di-atas-kuantitas. Namun, “Barbie” membuat pilihan cerdas untuk memprioritaskan keduanya. Aspek kuantitas bertujuan memastikan bahwa upaya marketing tersebut menjangkau orang sebanyak mungkin. Di saat yang sama, Mattel meraup 5% hingga 15% fee linsensi dari sejumlah perusahaan mitra di seluruh dunia. Pendapatan tersebut tentunya bisa digunakan untuk menutupi biaya pemasara online maupun offline.
Di aspek kualitas, tim marketing Barbie memastikan bahwa setiap kesepakatan kerjasama tersebut sejalan dengan tujuan perusahaan. Mereka juga bekerja sama dengan sejumlah brand besar, mulai dari Gap, NYX, dan sebagainya. Anda bisa belajar marketing dari Barbie-Mania, yakni bagaimana tim marketing tidak sembarangan dalam memilih mitra kerja. Mereka memilih mitra yang dirasa otentik dengan karakter film. Meski demikian, strategi kemitraan mereka juga menekankan keanekaragaman, yakni, diarahkan pada segmen penduduk yang lebih luas.
Selektif Memilih Influencer
Sama halnya dengan memilih perusahaan mitra, memilih influencer juga mesti dilakukan secara seksama. Influencer marketing merupakan segmen pemasaran yang semakin sensitif. Konten-konten viral minim kualitas di berbagai platform, seperti TikTok, membuat konsumen semakin meragukan keaslian endorsement dari para influencer, demikian juga dengan konten-konten sponsor. Daripada mengandalkan taktik kerjasama sponsor dan giveaway, “Babie” justru menggunakan pendekatan yang lebih seksama, yakni mendapatkan ‘suara’ dari kreator dengan follower terbanyak di antara kru film.
Misalnya, Barbie sendiri (yakni Margot Robbie) memberikan semacam tour ke Barbie Dreamhouse layaknya di film kepada fans-nya menggunakan saluran media sosial Architectural Digest. Video ini telah ditonton lebih dari 15 juta orang di YouTube hingga saat ini. Tim Barbie juga memilih content creator ternama untuk mendokumentasikan aktivitas tour di Malibu Airbnb Dreamhouse. Di antara influencer yang terpilih adalah bintang TikTok Dixie D’Amelio.
Terakhir, anda juga bisa belajar marketing dari Barbie-Mania dengan memprioritaskan user-generated content (UGC). Tim marketing mencari cara-cara inovatif untuk mendorong UGC. Di tahun ini, Barbie menarik perhatian media sosial dengan selfie generator yang didukung teknologi AI. Intinya, tim marketing Barbie menggunakan strategi marketing yang tidak biasa, dan hal ini membawa hasil yang jauh dari perkiraan. Buktinya, anda bisa melihat bagaimana ‘demam Barbie’ melanda seluruh dunia saat ini.
Tagged With : manajemen bisnis • marketing