Ketika bank terbesar di Amerika Serikat, sekaligus bank terbesar keenam di dunia, berbicara tentang potensi teknologi dan strategi blockchain, maka tentunya banyak hal yang bisa dipelajari. Dalam sebuah laporan terbaru, JPMorgan Chase membahas tentang peluang dan tantangan cryptocurrency, mata uang digital, dan teknologi blockchain. Laporan ini tentunya memberikan nuansa dan pengetahuan baru tentang dunia blockchain yang cukup populer dalam beberapa tahun terakhir.
Laporan ini membahas banyak aspek, mulai dari bitcoin, DC/EP yang berasal dari China, mekanisme pembayaran non-tunai, upaya-upaya dan strategi blockchain, stablecoin, serta Libra dari Facebook. Mungkin, JPMorgan adalah lembaga keuangan paling dominan yang mencoba merangkul teknologi blockchain, dan lembaga keuangan ini layak dipuji untuk hal itu.
Strategi Blockchain: Pelajaran dari JPMorgan
Dalam beberapa tahun terakhir, JPMorgan telah menciptakan protokol Ethereum sebagai penawaran usaha bernama Quorum. Lembaga keuangan ini juga mencoba beberapa inisiatif penting, seperti JPM Coin. Berikut adalah beberapa pelajaran penting dari laporan JPMorgan tentang strategi blockchain:
Pembayaran dan Pembiayaan Perdagangan
Menurut laporan JPMorgan, pembayaran dan pembiayaan dalam transaksi dagang adalah contoh penggunaan teknologi blockchain yang paling populer. Lembaga keuangan ini bisa melihat nilai dari blockchain dan teknolohgi DLT dalam sistem pembayaran. Laporan ini muncul sebagai validasi dari upaya-upaya dari bank-bank sentral terbesar yang sedang bereksperimen dengan mata uang digital sebagai opsi pembayaran grosir dan pembayaran lintas-negara.
Stablecoin
Kata Stablecoin diulangi sebanyak 86 kali dalam laporan JPMorgan tersebut. Stablecoin dibutuhkan untuk modernisasi dalam sistem pembayaran non-tunai. Instrumen ini menjadi fondasi terbentuknya suatu instrumen dasar untuk ekosistem pembayaran jenis baru yang hanya bersifat mobile. JPMorgan menghabiskan banyak waktu untuk membangun sistem pembayaran non-tunai.
JPM Coin
Stablecoin, yang mewakili Dollar Amerika Serikat dan diumumkan pertama kali pada bulan Februari 2019 untuk memfasilitasi pembayaran antara JPMorgan dengan bank-bank mitranya, masih dalam tahap pembahasan. Demikian juga dengan JPM Coin yang masih dalam tahap pengembangan peta jalan (roadmap).
Sama dengan Wells Fargo Digital Cash, JPM Coin masih difokuskan hanya pada penggunaan internal sebagai alat pembayaran tanpa paparan terhadap pasar sekunder maupun aktivitas dagang. JPM Coin adalah sebuah instrumen yang diarahkan kepada konsumen institusi dan pergerakan uang lintas-batas, menawarkan layanan transaksi 24 jam per hari, 365 hari per ahun (24/7/365). JPM Coin diharapkan dapat mengurangi inefisiensi lukuiditas internal yang sedang dialami oleh hampir semua bank besar saat ini.
Digunakan untuk Operasi Backend
Blockchain dalam perbankan umumnya masih digunakan untuk operasi akhir (backend), seperti clearing dan penanganan agunan pinjaman. Artinya, penggunaan blockchain umumnya digunakan untuk hal-hal seperti pinjaman sekuritas (surat berharga) dan penanganan hal-hal terkait seperti agunan, pelaksanaan audit dan pelaporan, dan penyediaan sumber informasi tunggal yang terpercaya untuk transaksi clearing dan rekonsiliasi.
Facebook Libra
Libra telah membuka kotak Pandora, namun masih berpeluang untuk mengalami kegagalan. Menurut laporan ini, desain stabecoin dari Facebook ini sebenarnya belum stabil, SPMorgan membahas secara panjang lebar tentang kemungkinan adanya sarana pembayaran grosir, sekaligus menekankan banyaknya pertanyaan yang dihadapi Facebook sejak mengumumkan proyek stabecoin Libra.
Laporan JPMorgan ini memberikan gambaran yang cukup menarik tentang pendanaan tanpa agunan yang tersedia bagi perusahaan grosiran. Aspek ini belum menerima perlakuan sesuai yang diinginkan, terutama dari aspek regulasi likuiditas bank.
Fakta tentang Cryptocurrency
Laporan ini menyajikan observasi yang kompleks oleh kelompok riset JPMorgan, karena laporan ini membahas cryptocurrency seperti Bitcoin, Ethereum, dan Ripple sebagai penahan terhadap surat berharga seperti saham dan akuitas. Kesimpulannya adalah, meskipun cryptocurrency sangat menarik, resiko dari penggunaan maupun dari aspek legal masih perlu dipertimbangkan.
‘Mantra’ awal dari strategi blockchain dan domain cryptocurrency adalah bahwa mata uang ini adalah asset yang tidak berkaitan satu sama lain. Mata uang kripto bisa disamakan dengan emas sebagai asset penolong saat kondisi pasar kuangan sedang tidak bersahabat. Sayangnya, JPMorgan tidak memiliki pandangan yang sama. Kelompok peneliti ini masih memperingatkan tentang volatilitas yang tinggi dan pasar yang sangat tipis, serta rentan terhadap manipulasi oleh pemain tunggal.
Kesimpulan
Secara keseluruhan, laporan dari JPMorgan ini cukup jelas dan menarik, terutama di kalangan profesional blockchain dan cryptocurrency, karena laporan ini menyajikan ringkasan yang akurat dan sudah tersaring tentang kejadian-kejadian yang mempengaruhi industri blockchain tahun lalu. Laporan ini datang dari bank terbesar di Amerika Serikat, sehingga tidak mungkin diabaikan begitu saja.
Lebih penting lagi, laporan ini juga menjadi salah satu validasi bagi teknologi dan strategi blockchain. Lembaga keuangan besar di dunia sudah memberikan perhatian secara ketat terhadap hal ini. Ini bisa menjadi referensi bagi para pengguna teknologi blockchain, mata uang kripto, lembaga keuangan maupun pengambil kebijakan dalam rangka menyusun regulasi tentang asset-asset digital.
Tagged With : asset digital • Cryptocurrency • teknologi blockchain