Istilah saham siklikal (cyclical) dan saham non-siklikal (non-cyclical) cukup sering muncul dalam ulasan pasar. Konon katanya, saham siklikal mudah jatuh-bangun dan berisiko lebih tinggi. Namun, apa perbedaan saham siklikal dan non-siklikal yang melahirkan penilaian tersebut? Mari kita pelajari bersama-sama.
Istilah saham siklikal dan saham non-siklikal sesungguhnya berkaitan dengan hubungan antara harga saham dengan fluktuasi ekonomi. Saham siklikal biasanya naik-turun mengikuti kondisi ekonomi. Di sisi lain, saham non-siklikal justru cenderung berkinerja lebih unggul saat pertumbuhan ekonomi melambat.
Saham siklikal biasanya mewakili perusahaan-perusahaan yang menyediakan layanan jasa dan kebutuhan sekunder seperti restoran, hotel, maskapai, produsen otomotif, dan lain-lain. Ketika terjadi krisis, orang-orang biasanya lekas memangkas anggaran untuk membeli berbagai barang dan jasa tersebut. Akibatnya, harga saham perusahaan-perusahaan ini juga bakal jatuh lebih cepat dan pulih lebih lambat pada masa-masa krisis.
Beberapa contoh saham siklikal di Bursa Efek Indonesia antara lain saham batu bara INDY dan kawan-kawannya, saham ban GJTL, saham otomotif AUTO, saham bioskop FILM, serta masih banyak lagi.
Saham non-siklikal biasanya mewakili perusahaan-perusahaan yang memenuhi kebutuhan pokok masyarakat. Contohnya produsen makanan, pabrik deterjen, penyedia infrastruktur, telekomunikasi, dan lain-lain. Orang-orang tetap akan membeli berbagai barang dan jasa ini pada masa krisis, sehingga penjualan perusahaan tak terlalu terdampak oleh situasi.
Contoh saham non-siklikal paling ternama adalah produsen kelontong UNVR dan raja mie instan ICBP. Ada pula saham susu ULTJ, penguasa industri poultry JPFA dan CPIN, serta masih banyak lagi.
Investor kecil, seperti kita, tak mampu mengontrol pertumbuhan ekonomi. Namun, kita bisa mengontrol saham apa saja yang bakal masuk atau keluar dari portofolio kita sendiri. Oleh karena itu, daripada ikut jatuh-bangun bersama naik-turun perekonomian, kita perlu mengenal saham siklikal dan non-siklikal agar dapat menyesuaikan isi portofolio kita sewaktu-waktu.
Saat perekonomian bertumbuh dengan sehat, masukkan lebih banyak saham siklikal yang berfundamental bagus ke dalam portofolio. Pertumbuhannya niscaya jauh melampaui saham-saham non-siklikal.
Saat perekonomian memburuk, segeralah ambil untung dengan menjual saham-saham siklikal yang sudah dimiliki. Simpan sebagian dana dalam bentuk cash untuk mengantisipasi situasi tak terduga, kemudian gunakan sebagian lainnya untuk mengoleksi saham non-siklikal.
Tagged With : analisa fundamental • saham