Arti Hold dan Cut Loss dalam Saham

Banyak sekali jargon dalam investasi saham yang seringkali membuat pemula kebingungan. Contohnya istilah Hold dan Cut Loss. Apa maksudnya ketika pakar saham si fulan menyarankan agar Hold? apa pula artinya ketika direkomendasikan Cut Loss saja?

Bagi orang-orang yang sudah terbiasa berkomunikasi dengan jargon pasar keuangan atau mengetahui bahasa Inggris, boleh jadi sudah bisa menebak maknanya. Namun, pemula mungkin bingung bagaimana cara megeksekusi Hold dan Cut Loss. Jika Anda termasuk salah satunya, simak uraian di sini.

Cut Loss dan Hold dalam Saham

Pengertian Hold

Secara harfiah, Hold berarti “menahan” atau “memegang”. Dalam konteks investasi saham, Hold dapat diterjemahkan sebagai “mempertahankan suatu saham yang telah dibeli”. Jadi, Anda tak perlu melakukan apa-apa ketika ingin Hold suatu saham, melainkan cukup tidak menjualnya saja.

Pada umumnya, suatu saham biasanya disarankan agar Hold dikarenakan tiga sebab:

  1. Harga terhitung masih murah dan belum mencapai target untuk Take Profit.
  2. Outlook fundamental emiten penerbit saham tersebut masih bagus, sehingga proyeksi harga jangka panjang akan naik lebih tinggi. Dalam hal ini, biasanya investor bukan hanya akan Hold, melainkan juga Average Down (membeli lagi saham yang sama pada level harga lebih rendah).
  3. Gejolak harga saat ini merupakan ulah rumor yang akan berdampak sementara saja. Jadi, penurunan harga hanya sementara, dan kelak pasti naik lagi.

Pengertian Cut Loss

Secara harfiah, Cut Loss berarti “memotong kerugian”. Namun, di dunia investasi keuangan, Cut Loss seringkali dimaknai “menerima kenyataan bahwa prediksi kita salah, sehingga melepas aset yang tengah merugi agar tidak menderita kerugian lebih besar di kemudian hari”. Pada prakteknya, eksekusi Cut Loss dilakukan dengan menjual saham yang telah dimiliki.

Alasan untuk Cut Loss merujuk pada situasi yang berlawanan dengan kondisi untuk Hold, yaitu:

  1. Harga sudah menjadi mahal, meskipun belum mencapai target untuk Take Profit. Dalam hal ini, penilaian harga mahal atau murah biasanya dibandingkan dengan nilai Price to Book Value (PBV) antar saham lain pada sektor yang sama.
  2. Outlook emiten penerbit saham tersebut berubah menjadi buruk, sehingga proyeksi harga jangka panjang tidak sebaik sebelumnya. Kabar-kabar ini bisa mencakup banyak insiden, mulai dari kasus pidana atau perdata, sengketa manajemen, masuknya pemegang saham mayoritas baru, perubahan bisnis inti perusahaan, dan lain sebagainya.
  3. Gejolak harga saat ini merupakan sinyal akan terjadinya pembalikan harga dalam jangka panjang. Jadi, penurunan harga bukan hanya sementara, melainkan bisa berlanjut hingga entah kapan.

Tagged With :

Leave a Comment