Aturan Tentang Aset Kripto Masih Diselimuti Kontroversi

Dalam beberapa tahun terakhir, lingkungan aturan tentang aset kript dan teknologi Distributed Ledger Technologies (DLT) mengalami gejolak yang konstan. Awalnya, aset-aset digital masih dipinggirkan, di mana bitcoin menjadi satu-satunya yang direkomendasikan oleh para pakar teknologi. Namun, trend ini berubah dari waktu ke waktu. Saat ini, mata uang kripto dan teknologi blockchain semakin menarik perhatian, terutama di Tahun 2017 dan 2018.

Di tahun 2019, isu utama seputar dunia kripto adalah masalah aturan. Para pembuat kebijakan, perwakilan industri, dan pejabat pemerintah terus-menerus mendorong terciptakan lingkungan kebijakan yang lebih matang untuk aset kripto.

aturan tentang aset kripto

Kontroversi Aturan Tentang Aset Kripto di Tahun 2019

Sebenarnya, ada beberapa perkembangan aturan tentang aset kripto di beberapa negara. Berikut adalah pembahasan beberapa di antaranya:

Undang-Undang Kriptografi di China

Tahun lalu, China menjadi perintis dalam hal aturan tentang kripto. Pada bulan Oktober, presidennya menekankan banyak aplikasi teknologi blockchain dan menyatakan bahwa teknologi ini menawarkan banyak kesempatan. China harus berhasil memanfaatkan kesempatan tersebut. Beberapa hari kemudian, parlemen China mengesahkan undang-undang kriptografi, yang berlaku efektif 1 Januari 2020.

Aturan tentang aset kripto tersebut dirancang untuk mengatur penggunaan dan pengelolaan kriptografi, untuk mendorong berkembangnya bisnis kriptografi dan menjamin keamanan informasi dan cyberspace. Namun, pada bulan November 2019, otoritas Kota Shenzhen mengeluarkan peringatan tentang kembalinya beberapa aktivitas illegal yang berkaitan dengan kriptografi.

Tidak lama kemudian, dilaporkan bahwa pihak pemerintah kota Shenzhen melakukan investasi terhadap sejumlah bisnis perdagangan mata uang virtual. Hasil investasi tersebut menemukan sebanyak 39 bisnis illegal yang dicurigai berkaitan dengan aktivitas mata uang virtual.

Libra dari Facebook

Pada bulan Juni 2019, Facebook mengumumkan Libra, sebuah usulan tentang sistem pembayaran oleh perusahaan raksasa bidang media sosial ini. Dengan Libra, pengguna bisa mengirimkan uang satu sama lain menggunakan mata uang digital. Proyek Libra menarik banyak perhatian dari para pembuat kebijakan di berbagai negara. Banyak yang mengkhawatirkan resiko yang mungkin terjadi jika Libra diberlakukan.

Pada bulan November Tahun 2019, pemerintah Jerman dan Perancis menyampaikan kekhawatiran terkait proyek Libra, setelah sebelumnya di bulan Juni, para pengambil kebijakan di Amerika Serikat juga menyampaikan kekhawatiran mereka. Menurut para pengambil kebijakan, kekuatan moneter tidak semestinya berada di tangan swasta, karena itu merupakan kewenangan dari pemerintah di setiap negara.

Exchange-Traded Funds (ETF)

Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah usulan terkait perdagangan bitcoin di bursa efek (ETF) terus-menerus mendapat penolakan dari Komisi Bursa Efek Amerika Serikat. Pada bulan Oktober Tahun 2019, pemerintah AS menolak usulan yang sama dari sebuah perusahaan dengan alasan bahwa usulan tersebut tidak memenuhi persyaratan dan dinilai melibatkan manipulasi pasar dan aktivitas illegal.

Namun, itu hanyalah salah satu contoh kasus, karena penolakan yang sama sudah sering dilakukan terkait perdagangan bitcoin di bursa efek. Komisi Bursa Efek Amerika Serikat pertama kali melakukan penolakan di Tahun 2017. Menurut para pakar, masih sangat kecil kemungkinan kalau otoritas yang berwenang akan meloloskan aturan terkait perdagangan uang digital dalam waktu dekat.

Beberapa permasalahan yang berhubungan dengan aturan tentang aset kripto di atas menunjukkan betapa kuatnya kekuasaan para pengambil kebijakan. Sekalipun industri mata uang digital berkali-kali menegaskan pentingnya sistem desentralistik, pada kenyataannya sistem ini masih dilarang di negara-negara yang memiliki kekuatan ekonomi besar. Kasus Libra adalah contoh yang nyata, tentang kuatnya peran para pengambil kebijakan.

Tagged With :

Leave a Comment