Wall Street Ditutup Melemah, Imbas Situasi Afghanistan yang Memanas

Pada perdagangan Kamis (26/8/2021), Wall Street ditutup melemah. Kekhawatiran atas perkembangan kondisi di Afghanistan, serta potensi perubahan kebijakan Federal Reserve AS menjadi penyebabnya.

Ketiga indeks saham utama AS mengakhiri sesi di zona merah, dengan S&P dan Nasdaq mencatat penurunan pertama dalam enam hari.

Dikutip dari Reuters, Jumat (27/9), Dow Jones Industrial Average turun 192,38 poin, atau 0,54 persen menjadi 35.213,12, S&P 500 kehilangan 26,27 poin, atau 0,58 persen menjadi 4.469,92 dan Nasdaq Composite turun 96,05 poin, atau 0,64 persen menjadi 14.945,81.

Aksi jual menguat setelah komentar hawkish dari pejabat Fed Dallas Robert Kaplan dan ledakan di luar bandara Kabul di Afghanistan.

Kaplan mengatakan dia yakin dengan kemajuan pemulihan ekonomi, Fed akan mengurangi pembelian aset mulai Oktober mendatang atau segera setelahnya.

Pernyataan Kaplan mengikuti komentar sebelumnya dari pejabat Fed lainnya, St. Louis James Bullard, yang mengatakan bahwa bank sentral berencana untuk memulai proses tapering.

Departemen Perdagangan melaporkan perekonomian AS saat ini tumbuh sedikit lebih cepat dibandingkan kuartal kedua. Meski demikian klaim pengangguran, meskipun masih dalam lintasan menurun, tetapi naik dibandingkan minggu lalu.

Dalam perdagangan kali ini, saham peritel Dollar General Corp dan Dollar Tree Inc masing-masing turun 3,8 persen dan 12,1 persen setelah menyatakan bahwa beban transportasi yang lebih tinggi akan menggerus keuntungan mereka.

Saham Coty Inc melonjak 14,7 persen setelah perusahaan kosmetik itu mengatakan pihaknya memperkirakan akan membukukan pertumbuhan penjualan untuk pertama kalinya dalam tiga tahun.

Sementara itu Salesforce.com Inc memprediksi pergeseran ke model kerja hybrid diperkirakan akan memicu permintaan yang kuat. Sahamnya naik 2,7 persen.

Volume perdagangan di Wall Street mencapai 8,27 miliar saham, lebih rendah dibandingkan rata-rata perdagangan saham selama 20 hari terakhir sebanyak 8,96 miliar saham.

DALAM TEKANAN

Menjelang akhir pekan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diprediksi masih dalam tekanan. Perdagangannya pun akan diwarnai aksi jual, meski jadi kesempatan juga buat investor memborong saham memanfaatkan tekanan.

Direktur Utama Indosurya Bersinar Sekuritas, William Surya Wijaya, memprediksi IHSG di level 5.872-6.123. Menurut dia, Pergerakan IHSG pekan terakhir Agustus 2021 terlihat masih betah dalam area konsolidasi dengan potensi tekanan yang masih cukup besar dalam rentang jangka pendek. Sehingga pola pergerakan selama bulan ini memiliki peluang untuk diakhiri dengan koreksi terbatas.

“Ini merupakan momentum yang dapat dimanfaatkan investor untuk melakukan akumulasi pembelian dengan target investasi jangka panjang. Hari ini IHSG berpotensi berada dalam tekanan,” katanya dalam riset harian, Jumat (27/8).

Adapun rekomendasi saham yang layak dicermati dari William adalah BBCA, BBNI, ASII, HMSP, UNVR, GGRM, WIKA, PWON, dan BINA.

Sementara itu, Kepala Riset Equity Technical Analyst Reliance Sekuritas Indonesia, Lanjar Nafi, menyebut pergerakan IHSG break out support moving average 50 hari setelah gagal mengkonfirmasi whipsaw pada moving average 20 hari.

Sinyal ini, kata dia, memberikan indikasi pelemahan lanjutan di akhir pekan yang akan kembali menguji support moving average 200 hari.

“Momentum pergerakan dari indikator stochastic dan RSI menjenuh pada area overbought, sehingga diperkirakan pergerakan IHSG di akhir pekan masih akan diwarnai aksi jual dan tekanan pergerakan dengan support resistance 6.012-6.108,” katanya.

Saham-saham rekomendasi dari Lanjar yang dapat dicermati secara teknikal di antaranya ADRO, BBRI, INDY, PTBA, UNTR, dan LPPF.

 

 

 

Leave a Comment