Harga saham Bank BRI (BBRI) dan Bank BNI (BBNI) pekan ini jatuh drastis setelah beredarnya kabar tentang rencana rights issue masing-masing perusahaan. Mengapa berita rights issue justru mengakibatkan harga saham kedua bank pelat merah itu merosot, padahal rights issue memberikan hak bagi pemegang saham untuk beli saham baru?
Pertama-tama, kita perlu memahami seluk-beluk rights issue terlebih dahulu. Rights Issue adalah pemberian hak bagi pemegang saham lama untuk membeli saham baru pada tingkat harga dan jangka waktu tertentu. Hak ini bebas untuk diambil ataupun tidak.
Jadi umpama suatu perusahan menggelar rights issue saat ini, maka para pemegang saham lama akan dihadapkan pada dua pilihan:
- Kalau pemegang saham lama tidak menebusnya sampai dengan akhir masa penawaran rights issue, maka kepemilikan sahamnya akan terdilusi. Terdilusi artinya persentase kepemilikan sahamnya berkurang, walaupun jumlah lembar yang dimilikinya tetap.
- Kalau tak ingin kepemilikan sahamnya terdilusi, pemegang saham lama harus mengumpulkan dana untuk menebus jatah saham rights issue-nya.
Para pemilik saham lama yang tak punya anggaran investasi lagi kemungkinan akan memilih untuk menjual saja saham yang dimilikinya sesegera mungkin (segera setelah berita rights issue beredar dan sebelum jadwal rights issue dimulai), agar tidak menanggung kerugian akibat dilusi. Hal ini tentu mengakibatkan aksi jual pada saham yang baru saja mengumumkan rencana rights issue.
Kedua, penentuan harga saham rights issue kemungkinan lebih rendah daripada harga pasar saham sekarang atau harga wajar saham. Ini merupakan pedang bermata dua.
Bagi investor yang mengharapkan dividen, rights issue seperti ini membuka peluang untuk memborong saham lagi dengan harga terdiskon. Tapi bagi trader yang mengincar capital gain, hal ini menghalanginya untuk panen cuan dalam jangka pendek. Akibatnya, para trader tentu memilih untuk segera menjual saham setelah diumumkannya berita rights issue.
Ketiga, pelaku pasar kemungkinan tidak optimistis terhadap prospek perusahaan setelah rights issue. Daripada dipaksa mengoleksi banyak saham dari perusahaan berprospek buruk, pemegang saham lama memilih untuk jual saja secepat-cepatnya.
Hal ini berkaitan dengan tujuan rights issue perusahaan itu sendiri. Ada perusahaan yang melaksanakan rights issue karena ingin memperkuat permodalan perusahaan, melakukan ekspansi usaha, ataupun pembayar utang perusahaan. Diantara semua argumen tersebut, yang terbaik adalah untuk ekspansi usaha.
Alasan rights issue untuk memperkuat permodalan perusahaan memang baik bagi jangka panjang, tetapi menunjukkan bahwa permodalan perusahaan kemungkinan rapuh selama rights issue belum tereksekusi. Sedangkan alasan rights issue untuk membayar utang justru menggarisbawahi masalah likuiditas dan solvabilitas perusahaan yang kemungkinan buruk dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Untuk BBRI dan BBNI, kemerosotan harga saham pasca-rilis berita rights issue kemungkinan berkaitan dengan keengganan sejumlah investor untuk menebus saham baru dan aksi spekulan saja. Kinerja fundamental kedua perusahaan BUMN masih bertumbuh sehat dengan dukungan negara, sehingga outlook pasca-rights issue pun tak akan jelek-jelek amat. Alhasil, penurunan harga saat ini justru membuka peluang bagi investor jangka panjang untuk membeli lagi pada tingkat harga lebih rendah.
Tagged With : investasi jangka panjang • investasi saham • pasar saham