Gubernur bank sentral Australia (RBA) Philip Lowe menghempaskan harapan pelaku pasar yang mengekspektasikan kenaikan suku bunga di awal tahun 2022. Pernyataan Lowe pada Selasa pagi tadi, seketika menyeret turun Dolar Australia terhadap Dolar AS.
Dolar Australia menjadi mata uang berkinerja buruk setelah dalam pidatonya di hadapan Anika Foundation, Lowe mengataka bahwa kondisi ekonomi masih sangat jauh dari kans untuk menaikkan suku bunga.
Lowe mengungkapkan ingin melihat inflasi masih terjaga di kisaran 2-3% terlebih dahulu sebelum menaikkan suku bunga. Untuk mencapai hal itu, upah harus naik secara signifikan.
Berdasarkan data, jam kerja di Australia turun sebanyak 0.2% pada bulan Juli. Penurunan paling banyak terdapat di wilayah NeW South Wales. Namun, penurunan tersebut diimbangi dengan kenaikan jam kerja di wilayah lain termasuk Victoria, dimana lockdown telah diperlonggar.
Lowe juga menyinggung soal wabah virus Corona varian Delta di Australia yang menjadi salah satu faktor yang memperburuk kondisi ketenagakerjaan. Tak hanya menambah pengangguran, para pekerja yang masih bekerja pun harus dikurangi jamnya, khususnya di wilayah yang terpaksa memberlakukan lockdown.
“Penilaian ini bertentangan dengan jalur yang diharapkan dari tingkat suku bunga yang tersirat oleh harga pasar. Kurva OIS saat ini menyiratkan tingkat suku bunga sekitar 25 basis poin pada akhir tahun 2022, 60 basis poin pada akhir tahun 2023 dan hampir 100 basis poin. poin di akhir tahun 2024.
“Harapan tersebut (kenaikan suku bunga) sulit untuk disejalankan dengan perkiraan yang baru saja saya uraikan dan saya merasa sulit untuk memahami mengapa kenaikan suku bunga diperkirakan pada tahun depan atau awal 2023.” kritik Lowe.
Ini adalah perintah yang jelas bagi para investor untuk mengkalibrasi ulang ekspektasi untuk prospek kebijakan moneter Australia. Menurut Lowe, pasar sepatutnya mendorong kembali waktu kenaikan suku bunga pertama yang diharapkan. Hal itulah yang menyebabkan Dolar Australia jatuh.