Pada post sebelumnya dibahas bahwa setidaknya ada dua alasan mengapa bekerja dari rumah dapat mengikis rasa saling percaya di antara atasan dan bawahan. Pertama, jarak membatasi komunikasi, sehingga kita terkadang membuat asumsi berdasarkan apa yang terlihat, karena tidak mengetahui konteks yang sebenarnya. Kedua, bekerja jarak jauh cenderung membuat pimpinan melakukan pengawasan berlebihan (over-monitoring) kepada bawahan, dan hal ini dapat mengikis semangat bawahan untuk bekerja secara produktif.
Namun, para ahli tetap tidak pesimis dengan fenomena yang terjadi belakangan ini. Masih ada berbagai upaya yang bisa dilakukan untuk membangun kembali rasa saling percaya yang sempat terkikis tersebut. Namun tentunya, hubungan saling percaya tidak akan terbangun dalam semalam saja. Diperlukan proses untuk itu. Untuk membangun kembali hubungan saling percaya saat bekerja dari rumah, maka kita juga perlu memahami esensi dari kepercayaan tersebut.
Bekerja Dari Rumah: Membangun Rasa Percaya
Kenali Tipe Bawahan Anda
Menurut para pakar, ada dua jenis rasa percaya: competence trust, yang berkaitan dengan kemampuan profesional murni seseorang, dan interpersonal trust, yang didasarkan pada koneksi dan integritas manusiawi. Jika anda menghasilkan pekerjaan yang berkualitas secara ontime, namun anda bersikap menyebalkan. Maka masalahnya adalah personal trust. Kita harus mampu mengirimkan sinyal-sinyal kepercayaan yang kuat, jelas, dan dapat diandalkan dalam kedua dimensi.
Selain itu, kepribadian terkait rasa percaya juga bisa dikelompokkan menjadi dua: automatic trusters, yakni orang yang akan tetap mempercayai seseorang, hingga kepercayaannya tersebut dihancurkan, dan evidence-based trusters, yakni orang yang cenderung tidak percaya, hingga ia menemukan bukti yang cukup untuk mempercayai seseorang. Jika anda tidak tahu sifat seorang rekan kerja, maka sebaiknya anda berasumsi kalau mereka memiliki tipe evidence-based trusters.
Menurut para ahli, akan lebih baik jika anda berkomunikasi dan memberikan informasi lebih banyak dari yang dibutuhkan kepada seorang kolega baru. Hal itu dapat menjadi landasan agar seseorang lebih mudah mempercayai anda. Meski demikian, perusahaan harus memainkan perannya.
Bangun Tipe Kepemimpinan Yang Inklusif
Menurut Bhushan Sethi, pemimpin global People & Organization asal New York, untuk membangun rasa percaya yang sesungguhnya, perusahaan membutuhkan seseorang dengan jiwa kepemimpinan yang lebih baik, terutama dalam lingkungan remote, di mana hubungan para pekerja cenderung merenggang. Seorang pemimpin harus mampu membuat karyawannya merasa dilibatkan, dan memastikan ide-ide mereka didengar, dan pemimpin memahami kepercayaan dan rasa lelah mereka.
Pakar lain juga menekankan pentingnya rasa empati untuk membangun rasa saling percaya. Penelitian yang dilakukan Knight dan Keller menunjukkan bahwa manajer yang menunjukkan bahwa manajer yang menunjukkan dukungan dan apresiasi kepada karyawannya akan lebih cepat membangun rasa percaya. Pada akhirnya, mereka juga akan dipercayai oleh karyawannya.
Selain itu, organisasi juga bisa berinvestasi dalam bentuk pelatihan yang difokuskan pada edukasi tentang manfaat dari bekerja dari rumah atau bekerja jarak jauh, bagaimana cara mengembangkan kemandirian dalam bekerja, dan bagaimana menerapkan sistem manajemen berbasis hasil. Artinya, fokus perusahaan bukanlah para jumlah jam kerja atau apakah karyawan menjawab pesan secara cepat atau tidak, namun pada tujuan besar perusahaan.
Ucapkan “Saya Mempercayai Anda!”
Taktik ini juga dapat membantu pekerja membangun kembali budaya rasa percaya – namun, faktanya adalah bahwa tidak bisa dipungkiri kalau ada kalanya kepercayaan tersebut hncur. Jadi, jika anda pernah gagal memenui deadline atau sejenisnya, jangan putus asa. Anda harus membuktikannya sebelum bisa membangun rasa percaya diri itu kembali. Penting bagi anda untuk mengakui kesalahan, karena hal itu membuat anda rentan. Ketika anda melakukannya, maka secara tersirat, anda akan mengatasi, “saya percaya anda tidak akan memanfaatkan saya.’
Bertindak Proaktif
Saat kepercayaan dihancurkan dari atas ke bawah (top-down), misalnya, ketika atasan memantau semua gerak-gerik bawahannya saat bekerja dari rumah, maka pekerja bisa menjalin komunikasi untuk menyampaikan rasa tidak nyaman tersebut. Bersikaplah proaktif untuk memberitahu pimpinan anda apa yang terjadi, apa yang sudah anda capai, dan apa permasalahan anda. Jalin diskusi untuk membahas kinerja seperti apa yang diinginkan atasan dari anda dan bagaimana kinerja tersebut dievaluasi.
Masih merasa tidak nyaman? Sebaiknya, jelaskan kepada pimpinan anda, bahwa meskipun ada sadar pentingnya pemantauan, namun jika dilakukan secara berlebihan maka akan menjadi kontraproduktif terhadap semangat kerja dan kinerja karyawan. Sebagai langkah terakhir, anda juga bisa berkonsultasi dengan supervisor pihak-ketiga atau perwakilan dari divisi HR. Apapun penyebabnya, setiap kali rasa percaya itu berkurang, maka harus dibangun kembali kepercayaan yang baik dan dinamis.
Meskipun membangun kepercayaan terdengar seperti soft skill, bukan keahlian teknis atau analitik, budaya kerja ini sangat sehat, dan sangat diperlukan saat pandemi, ketika karyawan diharapkan bekerja dari rumah. Pada akhirnya, kemampuan untuk menentukan prioritas dan mengembangkan rasa percaya di antara rekan kerja akan memberikan dampak langsung bagi kinerja perusahaan.
Tagged With : manajemen bisnis • Manajemen Usaha