Bekerja dari Rumah Mengikis Rasa Percaya? – Part 1

Sebagian orang mungkin sudah menghabiskan waktu bekerja dari rumah selama hampir satu tahun. Menurut sebagian orang, tingkat kepercayaan terhadap rekan kerja justru berkurang dibanding sebelumnya. Namun, kita masih bisa melakukan sesuatu untuk membangun kembali kepercayaan yang sempat berkurang tersebut.

Ketika pandemi memaksa banyak tempat kerja untuk tutup di tahun lalu, banyak perusahaan yang sebenarnya tidak siap untuk menjalankan sistem bekerja dari rumah. Bagi sebagian orang, situasi yang luar biasa ini awalnya membuat banyak pekerja senang, karena mereka memiliki lebih banyak waktu dengan keluarga. Karyawan yang tadinya menghabiskan banyak waktu di kantor akhirnya memiliki waktu untuk memperhatikan keluarga dan menghabiskan waktu dengan anak-anak.

bekerja dari rumah (3)

Bekerja dari Rumah Mengikis Kepercayaan?

Namun, seiring berlalunya waktu dan hampir satu tahun dilalui bekerja secara virtual, fondasi budaya perusahaan yang tadinya sudah goyah akhirnya retak. Kurangnya rasa percaya di antara manajer dan karyawan yang bekerja berjauhan mulai terlihat. Di bawah situasi normal, rasa percaya akan melahirkan kepercayaan. Saat ini, para ahli justru menemukan kondisi sebaliknya.

Tanpa adanya interaksi personal yang dapat mendorong hubungan profesional kita, maka tercipta ruang untuk munculnya asumsi-asumsi negatif tentang perilaku rekan kerja kita. Sayangnya, banyak supervisor belum terlatih untuk mengelola tim dari jarak jauh, sehingga mereka terperangkap dalam apa yang disebut over-monitoring, yakni sikap memantau karyawan secara berlebihan.

Semua faktor tersebut pada akhirnya menciptakan suatu siklus kepercayaan di tempat kerja virtual, kemudian diperburuk oleh rasa lelah akibat pandemi, serta perjuangan untuk mempertahankan kesehatan mental dalam menghadapi periode ketidakpastian yang panjang. Kurangnya kepercayaan bukanlah sesuatu yang bisa diselesaikan secara magic, begitu pandemi reda.

Perusahaan sedang mengadopsi model-model baru, mulai dari sistem hybrid hingga pembagian waktu kerja yang berbeda-beda. Konsekuensi dari budaya tidak percaya ini sangat besar, seperti berkurangnya produktivitas, inovasi, dan motivasi. Namun, ada beberapa tahap yang bisa kita lakukan untuk membangun dan memulihkan rasa percaya, sekalipun saling berjauhan.

Jarak Melahirkan Rasa Tidak Percaya?

Sebelum pandemi, benih-benih kepercayaan kerap disemaikan di tempat kerja, bahkan secara tidak sadar. Misalnya adalah momen-momen seperti bersapaan di elevator, diskusi-diskusi kecil setelah rapat, memuji model rambut rekan kerja, dan sebagainya. Kepercayaan dibangun dengan menghabiskan waktu bersama, tidak harus berkaitan dengan tugas-tugas pekerjaan.

Kita membentuk dan mempertahankan ikatan sosial dengan berbagai cara, seperti menyampaikan komunikasi verbal dan non-verbal dengan cara yang memperlihatkan pemahaman, empati, dan perasaan yang sama. Zoom Meeting sama sekali tidak bisa menggantikan kedalaman dan kualitas interaksi manusia. Banyak kelemahan teknologi digital yang harus diantisipasi. Awalnya, banyak yang merasa senang dengan adopsi teknologi baru tersebut. Namun belakangan ini, banyak juga yang mulai mempertanyakan efektivitasnya.

Selain sulit membangun koneksi yang kuat melalui video call atau telephone, email, atau SMS, kesalahpahaman juga lebih mudah terjadi ketika menggunakan media-media tersebut. Anda mungkin melihat ekspresi wajah supervisor atau anggota tim di aplikasi Zoom Meeting, lalu kemudian salah paham tentang maknanya. Padahal, bisa saja ekspresi tersebut terbentuk karena latar yang digunakan dalam aplikasi.

Ketika kita tidak mengetahui konteks perilaku rekan kerja secara utuh, maka kita cenderung menilai tindakan dan kata-kata mereka sebagai perwakilan dari karakternya, bukan karena situasi yang berada di luar kendali mereka. Ini adalah suatu fenomena yang dikenal dengan fundamental attribution error dalam psikologi sosial. Dimensi baru dari fenomena ini mulai terlihat di era interaksi virtual saat ini.

Ketika anda terlambat mengikuti rapat saat bekerja di rumah, mungkin alasannya adalah karena jaringan anda bermasalah. Namun, jika orang lain yang terlambat, anda mungkin mengaitkannya dengan karakter orang tersebut. Bisa jadi, anda merasa karena rekan kerja anda malas, tidak perduli dengan pekerjaan tersebut, atau tidak memegang janji. Saat bekerja dari rumah atau jarak jauh, anda hanya bisa melihat situasi sendiri.

Bekerja dari Rumah: Fenomena Over-Monitoring

Saat manajer membuat asumsi negatif tentang perilaku karyawan, mereka akan memutuskan untuk mengawasi mereka secara lebih ketat. Akibatnya, hal tersebut dapat menimbulkan tekanan psikologis, dan pada akhirnya dapat membahayakan kinerja karyawan. Monitoring terkadang diinterprestasikan oleh karyawan sebagai wujud ketidakpercayaan. Pada akhirnya, mereka akan merasa dipantau dan kurang dipercayai. Hal ini dapat mempengaruhi semangat kerja karyawan.

Ketika pemimpin mulai memantau, motivasi karyawan berkurang dan merasa kurang bertanggung jawab terhadap pekerjaannya. Kemandirian yang diperoleh saat bekerja dari rumah bisa menjadi pendorong terhadap produktivitas dan semangat kerja karyawan, namun hanya jika atasan mempercayai anda. Jika tidak, maka tidak akan ada manfaatnya bagi karyawan maupun organisasi.

Bekerja dari rumah membawa dampak positif, namun ada aspek-aspek interaksi personal yang tidak bisa digantikan oleh teknologi. Lalu, apa yang harus dilakukan untuk membangun kembali kepercayaan tersebut? Dapatkan pembahasannya pada post berikutnya.

Tagged With :

Leave a Comment