Semakin banyak saham yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, menyediakan ragam pilihan yang semakin menarik bagi investor dan trader. Namun, di saat yang sama, banyak juga saham yang terancam dikeluarkan dari Bursa Efek Indonesia. Saham terancam delisting bukan hanya satu atau dua, melainkan sedikitnya ada selusin.

Mengapa begitu banyak isi daftar saham terancam delisting? Alasannya berkaitan dengan sejumlah ketentuan BEI.
Pertama, peraturan BEI menyatakan bahwa bursa dapat menghapus saham perusahaan tercatat apabila terjadi kondisi, atau peristiwa, yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha perusahaan tercatat, baik secara finansial atau secara hukum, atau terhadap kelangsungan status perusahaan tercatat sebagai perusahaan terbuka, dan perusahaan tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai.
Kedua, bursa juga dapat mendepak saham-saham yang telah mengalami suspensi di pasar reguler dan pasar tunai selama 24 bulan. Selama masa suspensi, saham hanya dapat diperdagangkan pada pasar negosiasi.
Ketiga, bursa mewajibkan semua emiten agar memenuhi ketentuan free float. Ketentuan free float yakni jumlah saham yang dimiliki oleh pemegang saham bukan pengendali dan bukan pemegang saham utama (jumlah saham beredar) minimal sebanyak 50 juta lembar atau 7,5 persen dari jumlah saham dalam modal disetor.
Emiten penerbit saham-saham yang melanggar ketentuan-ketentuan di atas akan mendapatkan teguran dan peringatan dari otoritas BEI. Apabila teguran tak digubris atau situasi memburuk, BEI akan menghapusnya dari pencatatan (delisting).
Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, berikut ini daftar saham terancam delisting per Januari 2022:
- PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) – Suspensi saham sudah mencapai 24 bulan pada tanggal 27 Mei 2021.
- PT Sugih Energy Tbk (SUGI) – Saham ini tersangkut kasus Asabri dan suspensinya sudah mencapai 24 bulan pada tanggal 1 Juli 2021.
- PT. Trikomsel Oke Tbk (TRIO) – Suspensi saham sudah mencapai 24 bulan pada tanggal 17 Juli 2021.
- PT Northcliff Citranusa Indonesia Tbk (SKYB) – Kinerja keuangan buruk dan masa suspensi akan mencapai 24 bulan pada tanggal 17 Februari 2022.
- PT Magna Investama Mandiri Tbk (MGNA) – Suspensi saham bakal mencapai 24 bulan pada tanggal 8 Januari 2022.
- PT Hanson International Tbk (MYRX) – Pemilik emiten ini, Benny “Bentjok” Tjokrosaputro, merupakan tersangka kasus Jiwasraya. Masa suspensi perdagangan sahamnya akan mencapai 24 bulan pada tanggal 16 Januari 2022.
- PT Pool Advista Indonesia Tbk (POOL) – BEI telah mensuspensi saham selama lebih dari satu tahun dan akan mencapai 24 bulan pada 10 Juni 2022.
- PT Rimo International Lestari Tbk (RIMO) – Emiten ini juga terserempet skandal Asabri dan perdagangan sahamnya telah tersuspensi selama lebih dari 1 tahun. Masa suspensi akan mencapai 24 bulan pada tanggal 12 Februari 2022.
- PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) – BEI telah mensuspensi perdagangan saham GIAA sejak 18 Juni 2021 dan akan mencapai 24 bulan pada 18 Juni 2023.
- PT Nipress Tbk (NIPS) – BEI telah mensuspensi perdagangan saham emiten aki ini sejak 1 Juli 2021.
- PT Air Asia Tbk (CMPP) – Air Asia belum memenuhi syarat free float, karena jumlah saham publik hanya sekitar 1,5 persen.
- PT Plaza Indonesia Realty Tbk (PLIN) – Operator mall super-elite ini belum memenuhi syarat free float, karena jumlah saham publik hanya sekitar 3 persen.
Jika Anda sudah telanjur memiki saham-saham tersebut, sebaiknya mempertimbangkan untuk segera menjualnya melalui pasar negosiasi (jika memungkinkan). Harga saham di pasar negosiasi mungkin teramat murah, tetapi masih menjadi salah satu alternatif terbaik untuk “cut loss“. Masalahnya, kita tidak akan mudah memperjual-belikan saham itu lagi jika bursa sudah telanjur mengeksekusi delisting paksa. Kita bahkan bisa kehilangan semua modal kita jika perusahaan tersebut pailit.
Tagged With : bursa efek • investor saham • saham