Crude Oil, atau minyak mentah, merupakan sumber energi utama dunia. Konsekuensinya, minyak menjadi salah satu komoditas paling berharga dalam perdagangan internasional.
Naik-turun harga minyak dunia dapat memengaruhi kondisi mikro dan makro di berbagai negara, sekaligus mengubah iklim ekonomi global. Ketika harga minyak mahal seperti saat ini, inflasi meningkat dan banyak negara mulai berhemat karena merasakan ancaman resesi. Ketika harga minyak murah, banyak orang beramai-ramai membeli kendaraan baru dan jalan-jalan dengan kendaraan pribadi.
Dalam sebuah pasar yang mendunia, minyak mentah memiliki banyak konsumen dan banyak produsen. Oleh karena itu, harga minyak semestinya terbentuk dalam mekanisme pasar yang efisien. Namun, faktanya berbeda.
Sejarah telah menunjukkan adanya pihak-pihak tertentu yang dapat mengendalikan harga minyak. Siapa yang mengendalikan harga minyak dunia itu? Para produsen kawakan yang memiliki kapasitas output sangat tinggi dan menguasai jalur-jalur distribusi penting. Dalam ungkapan yang lebih sederhana, kita dapat menyebutkan dua nama: OPEC dan Amerika Serikat.
Amerika Serikat merupakan konsumen sekaligus produsen minyak terbesar dunia. Status tersebut memungkinkannya untuk memengaruhi pasar minyak dunia melalui perubahan-perubahan kebijakan dan situasi makro.
OPEC berdiri pada tahun 1960 untuk melindungi kepentingan para eksportir minyak Timur Tengah di dalam pasar komoditas yang didominasi oleh AS. Terdapat banyak negara anggota non-Timur Tengah di dalam OPEC, tetapi Arab Saudi memegang peran dominan sejak awal pendiriannya hingga saat ini.
OPEC memamerkan kekuatannya melalui embargo dan kuota produksi. Ketika OPEC melaksanakan embargo atau menurunkan kuota produksi, harga akan langsung melonjak. Sedangkan ketika OPEC meningkatkan produksi, harga cenderung menurun lantaran pasokan minyak yang lebih banyak.
Situasi ini menimbulkan persaingan ketat antara Amerika Serikat dan OPEC. AS memberikan izin untuk melaksanakan fracking –teknik penambangan minyak yang lebih mahal dan berisiko tinggi– sejak tahun 2011 demi menggenjot produksi dan bersaing dengan OPEC. OPEC kemudian membalas dengan menaikkan kuota produksi mulai 2014, tetapi tak mampu melengserkan dominasi AS sebagai produsen minyak top dunia.
Pada akhir 2016, OPEC meluaskan pengaruh dengan merekrut beberapa negara non-OPEC di bawah payung OPEC+ (OPEC Plus). OPEC+ kini mencakup 14 negara OPEC (Aljazair, Angola, Kongo, Ekuador, Guinea Ekuator, Gabon, Iran, Iraq, Kuwait, Libya, Nigeria, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Venezuela), beserta Azerbaijan, Bahrain, Brunei, Kazakhstan, Malaysia, Meksiko, Oman, Rusia, Sudan, dan Sudan Selatan.
Persaingan antara AS dan OPEC+ kemungkinan akan terus berlangsung hingga berpuluh tahun ke depan. Tarik ulur antara kedua kubu ini lah yang pada akhirnya menentukan harga minyak dunia, meskipun faktor permintaan (demand) juga ikut berperan.
Tagged With : komoditas • minyak