PM May Rangkul Oposisi, Pound Abaikan Jebloknya Data Jasa Inggris

Poundsterling mempertahankan level 1.31 per dolar AS di sesi perdagangan Rabu malam ini, setelah menguat setengah persen di sesi perdagangan sebelumnya. Optimisme pasar akan tercapainya Deal Brexit, setelah PM Inggris Theresa May berencana melakukan perundingan lintas partai, disambut baik oleh pasar.

 

PM May Pilih Berunding Dengan Oposisi

Setelah menelan penolakan draft Brexit untuk ketiga kalinya minggu lalu, PM Theresa May mengambil langkah untuk merangkul partai-partai oposisi. Ia menawarkan negosiasi kepada ketua Partai Buruh, Jeremy Corbyn, demi memperoleh suara untuk menyepakati draft kesepakatan Brexit-nya.

PM May lebih memilih untuk merangkul oposis ketimbang menyerahkan keputusan selanjutnya kepada para pembuat kebijakan dari partainya sendiri. Pasalnya, Partai Republik sudah terang-terangan menolak draft kesepakatakan yang diajukan oleh May dan cenderung mengadopsi “Hard Brexit”. Sedangkan partai-partai oposisi masih dapat diharapkan untuk mendukung Custom Union permanen dengan Uni Eropa alias masih terbuka dengan kemungkinan “Soft Brexit”.

“Lonjakan ekspektasi bahwa Inggris akan mengara ke Soft Brexit, berarti bahwa Poundsterling akan menguat. Namun, masih terdapat ketidakpastian dalam hubungan Brexit dengan bentuk pemerintah Inggris,” kata Jane Foley, analis dari Rabobank.

 

Sterling Abaikan Lemahnya Sektor Jasa

Meski masih mengandung ketidakpastian, optimisme perkembangan Brexit tersebut masih mengalahkan kekhawatiran akan melemahnya sektor jasa Inggris.

Sore tadi, Markit CIPS melaporkan bahwa Indeks PMI Jasa Inggris anjlok ke level 48.9 persen pada bulan Maret 2019, dari 51.3 pada bulan Februari. Angka tersebut meleset jauh dari ekspektasi di 50.9. Sub sektor yang mengontribusikan performa terburuk adalah New Orders, yang mana terus menurun dalam tiga bulan berturut-turut. Pun demikian dengan ekspor baru Inggris yang jeblok dramatis.

Meski demikian, para analis berekspektasi akan besarnya ayunan dalam pergerakan Poundsterling masih cukup tinggi. Volatilitas mata uang Inggris terpantau tinggi dalam nyaris tuga bulan terakhir. Kondisi tersebut berkebalikan dengan Euro yang terus tertekan akibat buruknya data ekonomi dan dovish-nya kebijakan ECB.

Leave a Comment