Pada umumnya orang akan berpendapat bahwa salah satu ukuran kesuksesan finansial yang dapat dicapai seseorang adalah jumlah harta kekayaan yang berhasil dikumpulkannya serta perkembangan aset tersebut setiap tahunnya. Mungkin saat ini kita sudah merasa puas bila gaji yang kita terima lebih baik dari tahun sebelumnya serta bercita-cita agar aset yang kita kumpulkan baik dalam bentuk simpanan di bank, deposito, reksadana, obligasi, saham, emas, benda seni, properti, atau yang lainnya setiap saat nilainya bisa meningkat. Sebaliknya bila ternyata penghasilan kita tak sebaik yang kita peroleh sebelumnya tentu kita sering merasa kecewa.
Kita seringkali kurang cermat dalam menghitung nilai kenaikan yang sebenarnya dari aset dan penghasilan kita serta membandingkannya dengan peningkatan harga barang dan jasa. Kenaikan penghasilan sebesar 10% tentu di saat sekarang ini tak terlalu signifikan karena kebutuhan hidup yang meningkat sebanyak 18%. Deposito yang bunga bersihnya mencapai 6% setelah dipotong pajak juga belum dapat menutup nilai inflasi tahun ini yang diprediksikan akan meningkat sebanyak 9%. Tanpa kita sadari sedikit demi sedikit inflasi akan menggerus daya beli dari uang serta nilai aset yang kita miliki.
Baca Juga : Investasi yang Menguntungkan untuk Masa Depan
Bila kondisi ini tak Anda siasati dengan cermat terutama dalam jangka panjang, maka bukannya taraf kehidupan Anda semakin meningkat, malahan kualitas kehidupan keuangan kita justru akan mengalami penyusutan. Inflasi yang terjadi dapat kita ibaratkan sebagai perampok yang harus diwasapadai. Mungkin sudah sering kita dengar di berbagai media bahwa pemerintahan suatu negara sekalipun bisa hancur karena inflasi ini. Inflasi juga sangat menyengsarakan kehidupan rakyat dan membuat mereka yang berpenghasilan rendah semakin sulit menghadapi kehidupan.
Pemicu inflasi
Pada umumnya terjadinya inflasi itu dipicu oleh 3 faktor utama, yaitu pull of demand, cost push, dan kebijakan pemerintah. Berikut ini adalah penjelasan detail dari istilah-istilah tersebut di atas.
1. Pull of demand
Apabila peningkatan permintaan terhadap suatu jasa atau barang lebih tinggi dari peningkatan persediaannya, inilah yang disebut sebagai pull of demand. Kondisi ini terjadi karena meningkatnya pertumbuhan ekonomi, indeks keyakinan konsumen yang semakin baik, tingkat kemakmuran serta daya beli masyarakat yang bertambah, dan besaran belanja pembangunan oleh pemerintah.
2. Cost push
Yang dinamakan cost push adalah peningkatan harga barang dan jasa karena bertambahnya biaya untuk pengadaannya. Terdapat banyak hal yang dapat mendorong biaya, yaitu peningkatan kompensasi dan upah karyawan, serta meningkatnya kenaikan barang modal dan harga bahan baku. Melemahnya mata uang dalam negeri yang berdampak pada kenaikan harga bahan baku impor serta harga barang lokal yang denominasinya dalam mata uang US$. Ketidaklancaran jalur distribusi serta kurangnya efisiensi akibat masalah struktural atau karena monopoli. Secara sementara faktor-faktor di luar kuasa manusia seperti kegagalan panen, bencana alam, perubahan musim, dan semacamnya juga bisa menimbulkan kenaikan biaya.
3. Kebijakan pemerintah
Inflasi juga bisa terjadi karena kebijakan pemerintah misalnya dengan pencabutan subsidi atas bahan bakar atau komoditi lainnya yang tentu akan membuat barang kebutuhan harganya meningkat. Demikian halnya dengan kebijakan moneter yang memperluas likuiditas akan merangsang penyebaran usaha serta konsumsi masyarakat juga akan semakin meningkat akibat inflasi.
Untuk meningkatkan penghasilan atau untuk mencapai tujuan di masa yang akan datang, masyarakat banyak melakukan investasi, termasuk untuk mengunci nilai aset yang dimilikinya saat ini serta mengembangkannya. Sebagai aset dasar investasi Anda bisa memulai dari aset riil atau aset keuangan, yaitu produk perbankan, asuransi dan pasar modal, hak usaha, benda koleksi, logam mulia, properti, dan lain-lain. Setiap aset ini mempunyai ciri khas produk, resiko, potensi profit, serta durasi waktu investasi yang direkomendasikan untuk tiap-tiap produk.
Dapat disimpulkan dari data empiris bahwa rancangan alokasi aset adalah faktor penting dalam mendapatkan besar kecilnya profit yang dapat dicapai. Intinya adalah bagaimana besaran investasi dapat diramu pada tiap-tiap aset tersebut yang disesuaikan dengan maksud investasinya, jenis resiko, jangka waktu investasi, serta potensi return. Yang terpenting adalah bahwa portofolio tersebut seharusnya memberikan return yang lebih besar dibandingkan inflasi.
Yang sering menjadi pertanyaan adalah, berapa sesungguhnya kisaran tingkat inflasi di tanah air? Serta investasi seperti apa yang dapat mengatasi inflasi? Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik, rata-rata majemuk inflasi di Indonesia sepanjang 1 dekade terakhir ini adalah sebesar 7.4% per tahunnya, sementara dalam 5 tahun terakhir adalah sebesar 5.4% per tahun. Dari data tersebut kita dapat mempertimbangkan alternatif investasi yang paling cocok untuk dilakukan.
1. Tabungan
Investasi ini hanya sesuai untuk kepentingan likuiditas jangka pendek karena bunganya yang sangat rendah. Tabungan kurang cocok untuk investasi jangka panjang karena nilainya akan di bawah inflasi.
2. Deposito
Investasi dalam bentuk deposito juga lebih cocok untuk tujuan jangka pendek walaupun return yang diperoleh lebih besar dari tabungan. Bila keadaan arah bunga mengalami peningkatan, Anda bisa mengambil program investasi deposito ini dalam jangka pendek, yaitu 1-3 bulan. Pada waktu roll over atau pada saat diperbaharui, maka deposito berpotensi untuk mendapatkan bunga yang lebih tinggi. Tetapi bila kondisi suku bunga bank menurun, sebaiknya Anda memilih deposito dengan tenor panjang. ( Baca Juga ; Yang Harus di Perhatikan saat memilih Deposito )
3. Emas
Investasi emas dalam 5 tahun terakhir telah mengalami kenaikan hingga sebesar 18% setiap tahunnya. Investasi logam mulia ini dapat menjadi alternatif hedging atau lindung nilai terhadap inflasi. Sementara yang berkaitan dengan resiko investasi emas adalah membutuhkan tempat penyimpanan karena bersifat fisik.
4. Obligasi
Investasi ini sesuai untuk tujuan jangka menengah serta berpeluang untuk melebihi nilai inflasi. Return investasi ini rata-rata adalah sekitar 10% per tahunnya yang dilihat dari 5 tahun terakhir ini. Untuk ORI atau Obligasi Ritel Indonesia dijual dengan satuan paling kecilnya adalah 5 juta rupiah walaupun sesungguhnya perbankan hanya menjualnya dengan dana minimal 50 juta rupiah. Untuk obligasi korporasi serta non-ritel investor harus menyediakan dana minimal 1 milyar rupiah.
5. Reksa dana
Investasi ini sesuai untuk tujuan jangka menengah serta berpeluang untuk melebihi inflasi. Return dari investasi ini pada 5 tahun terakhir ini adalah sekitar 12% per tahun. Siapapun dapat memulai investasi ini karena modal awalnya sangat terjangkau yaitu 250 ribu. Kelebihan lain dari investasi ini juga sangat likuid dan dapat dibeli kapan pun, serta pengelolaan investasi oleh manajer investasi membuat peluang keberhasilan investasi menjadi semakin besar.
Selain investasi-investasi di atas, masih ada beberapa investasi lain yang dapat Anda pertimbangkan yaitu reksa campuran, reksa dana saham, saham, serta properti. Semua investasi tentu mengandung resiko walaupun ada peluang profit yang besar dibaliknya. Tetapi dibutuhkan ketekunan dan kerja keras untuk mencapainya. Sebelum terjun pada salah satu investasi di atas, langkah pertama yang dapat Anda lakukan adalah mempelajarinya dengan detail.