Awal pekan ini, Yen masih membuka pasar dengan penguatan, melanjutkan posisinya pekan lalu. Mata uang Jepang tersebut mengungguli Dolar AS dengan fungsinya sebagai safe haven konflik geopolitik. Isu terpanas pasar masih seputar perang dagang AS dengan China. Negosiasi perdagangan yang dihelat kedua ekonomi terbesar dunia tersebut menemui kebuntuan. Terutama setelah AS bersikeras menaikkan tarif impor dari 10 persen menjadi 25 persen.
USD/JPY diperdagangkan di 109.74 saat berita ini ditulis, turun 0.13 persen dari sebelumnya. Level tersebut adalah level terkuat Yen sejak tanggal 26 Maret. Total penurunan USD/JPY sejak awal Mei ini mencapai sekitar 1.3 persen.
Jumat lalu, Trump mengumumkan kenaikan tarif impor terhadap $200 miliar barang-barang China menjadi 25 persen walaupun negosiasi masih berlangsung. Alasannya, China dianggap mangkir dari kesepakatan yang sempat mereka setujui. Ketegangan pun memuncak. China yang ibaratnya seperti ditodong pistol dalam negosiasi tersebut, bersumpah akan membalas kebijakan sepihak AS walaupun belum memaparkan rinciannya.
China Menolak Menuruti Permintaan AS, Nantikan G20 Di Jepang
Kemudian pada hari Minggu setelahnya, Washington melayangkan tuntutan pada China agar berjanji membuat perubahan konkret terhadap undang-undang perdagangan mereka. Akan tetapi, China menentang dengan mengatakan bahwa mereka tak mau menelan “pil pahit” yang merugikan kepentingan mereka.
“Konflik perdagangan antara China dan AS makin intensif. Hasilnya, Yen memperoleh penguatan sedangkan Yuan China dan Dolar Australia bergerak mundur hari ini,” kata analis Mizuho Securities, Masafumi Yamamoto kepada Reuters.
“Reaksi mata uang secara keseluruhan masih terbatas. Namun, ada juga faktor-faktor lain yang mendukung harapan untuk penyelesaian akhir (konflik dagang AS-China), seperti kemungkinan bertemunya presiden kedua negara di konferensi G20.”
Menurut informasi dari Penasihat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow, Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping kemungkinan akan bertemu kembali di Jepang dalam acara Konferensi G20 pada bulan Juni mendatang.