Ada sebuah kiasan bahwa pengacara biasanya buruk dalam bisnis – kebiasaan menghindari resiko, berfikir sempit, bergerak perlahan, dan sejenisnya. Sejumlah penelitian menemukan bahwa para pengacara memang tidak diposisikan untuk memimpin usaha. Penelitian yang dipublikasikan di Harvard Business Review menunjukkan bahwa para pengacara justru cenderung lebih baik dalam memimpin usaha-usaha yang beresiko, namun tidak di bidang lain. Namun menariknya, ada yang mengatakan bahwa jika anda ingin menjadi pemimpin bisnis yang lebih baik, anda bisa belajar dari cara berfikir seorang pengacara. Bagaimana caranya?
Pendapat-pendapat ini tidak banyak kaitannya dengan pengetahuan substantif tentang hukum. Namun, kaitannya lebih ke model-model mental yang memandu pengacara dalam membuat keputusan. Penerapan pengetahuan hukum dalam dunia bisnis kerap bersifat konseptual. Di satu titik, berfikir layaknya seorang pengacara kadang-kadang bisa memicu masalah, namun faktanya, banyak prinsip-prinsip hukum yang justru bermanfaat bagi pelaku usaha dalam menumbuhkan usaha kecil yang masih baru.
Bagaimana Menjadi Pemimpin Bisnis Yang Lebih Baik ?
Berikut adalah tiga konsep hukum yang dapat bermanfaat bagi seorang pimpinan dalam mengembangkan sebuah bisnis:
Proses Yang Adil
Proses yang adil di depan hukum berakar dari prinsip-prinsip keadilan. Sederhananya, anda menyediakan kesempatan dan peluang untuk didengarkan. Misalnya, seseorang yang dituduh berbuat kejahatan harus dipastikan tahu dengan hukuman yang menantinya jika terbukti bersalah, namun ia juga diberi kesempatan untuk membela diri. Bisa dikatakan bahwa kita semua berhak untuk tahu aturan mainnya, misalnya, tindakan-tindakan apa saja yang dilarang hukum.
Dalam dunia bisnis, kita bisa menerjemahkan konsep ini sebagai pemberitahuan dan peluang untuk berkinerja dengan baik. Usaha-usaha kecil kerap tidak memiliki pembagian tugas yang jelas, ukuran kinerja yang jelas, dan review yang bersifat evaluasi. Hal ini menimbulkan kebingunan tentang tipe pekerjaan yang harus dilakukan karyawan dan apakah mereka sukses dengan pekerjaan itu atau tidak.
Situasi ini membuat pihak perusahaan bertindak ketika dirasa sudah sangat terlambat atau mempertahankan karyawan yang kinerjanya buruk terlalu lama. Karyawan mungkin merasa kalau merasa tidak on-the-track, namun tetap tidak tahu bagaimana cara memperbaikinya. Karyawan lainnya bisa jadi benar-benar tidak tahu alasannya mengapa mereka diberhentikan. Semua ini dapat menghancurkan nilai perusahaan dan orang-orangnya. Jika anda ingin menjadi pemimpin bisnis yang lebih baik, mulailah dengan mensosialisasikan sistem dan prosedur, apa yang boleh, dan apa yang tidak boleh di perusahaan kepada karyawan anda.
Kadang-kadang, kurangnya proses ini justru terjadi karena kesengajaan. Di beberapa kasus, para pendiri perusahaan justru merasa khawatir jika mereka mensosialisasikan prosedur itu, maka perusahaan akan sibuk dengan urusan birokrasi saja, menghambat berkembangnya jiwaa kewirausahaan, dan menghancurkan budaya organisasi yang sehat yang sudah terbangun. Kekhawatiran ini masuk akan, dan jika dilakukan dengan tidak optimal, efeknya juga akan lebih buruk.
Namun, ada juga temuan bahwa penolakan untuk menyampaikan prosedur-prosedur penting tersebut justru lebih berbahaya lagi: ketika orang-orang tidak tahu tugas pokok dan kinerja yang harus ia capai, maka kemungkinan besar mereka akan kehilangan motivasi, merasa terasing, dan merasa bingung. Lebih penting lagi, aspek penting dalam setiap usaha kecil, yakni kegesitan dan mentalitas untuk menangani semuanya – bisa jadi kontraproduktif jika tidak ada kejelasan dan keteraturan.
Pinjamlah konsep due process atau proses yang adil dan kemudian berikan informasi yang jelas kepada karyawan anda tentang ekspektasi pekerjaan dan peluang bagi mereka untuk berkinerja dengan baik dan mengembangkan diri. Penjelasannya tidak mesti rumit, namun fokuslah pada hal-hal yang prioritas. Hal ini akan memperbaiki hasilnya, menaikkan semangat kerja, dan melindungi perusahaan maupun karyawannya. Ini adalah awal yang baik jika anda ingin menjadi pemimpin bisnis yang lebih baik.
Hakim Yang Generalist dan Rasa Hormat
Hakim-hakim di negara-negara Barat umumnya adalah generalist. Mereka tidak berspesialisasi pada satu bidang hukum tertentu; namun, mereka menangani hal-hal yang bersifat umum. Pada gilirannya, hakim yang sama bisa saja membantu untuk memberi pertimbangan pada kasus-kasus yang berbeda dari domain hukum. Kenapa? Karena ada proses belajar. Pada akhirnya, inilah tugas pokok pemimpin bisnis.
Pimpinan perusahaan bukanlah pakar-pakar fungsional seperti Kepala Bidang Akuntansi atau Rekayasa. Namun, mereka diharuskan bisa membuat keputusan yang berhubungan dengan banyak fungsi. Dalam hal ini, pimpinan perusahaan harus melihat pada para specialist tanpa melalaikan tanggung jawab untuk mengambil keputusan.
Tugas ini tidak mudah, tentunya. Diperlukan kelihaian dan kemampuan untuk mendengar. Lebih penting lagi, diperlukan kepercayaan diri untuk terlihat seperti orang yang tidak tahu apa-apa saat anda berusaha mencari klarifikasi dari para pakar fungsional tersebut. Misalnya, pimpinan sebuah perguruan tinggi tidak mesti seorang ahli fisika agar ia bisa memimpin Fakultas Fisika.
Mulailah dengan menyampaikan tugas pokok dan fungsi masing-masing dengan jelas. Dapatkan pembahasan lebih rinci tentang bagaimana menjadi pemimpin bisnis yang lebih baik dengan menerapkan cara berfikir seorang pengacara pada post berikutnya.
Tagged With : manajemen bisnis • Manajemen Usaha