Dalam investasi reksa dana, kita menitipkan dana kepada Manajer Investasi untuk dikelola hingga menghasilkan keuntungan dan nilai aktiva bersih (NAB) meningkat terus-menerus. Tapi, bagaimana jika Manajer Investasi-nya dibubarkan? Situasi ini jarang dipertanyakan oleh investor, tetapi mulai mengemuka dalam beberapa hari terakhir.
PT Aberdeen Standard Investments Indonesia, salah satu Manajer Investasi yang dimiliki pihak asing, mengumumkan akan menutup bisnisnya di Indonesia. Konsekuensinya, perusahaan perlu membubarkan 10 produk reksa dana kelolaannya secara bertahap hingga pertengahan tahun 2021. Tujuh reksa dana terbuka yang berdomisili lokal akan dilikuidasi, sedangkan tiga reksa dana terproteksi akan ditransfer ke Manajer Investasi lain. Reksa dana yang berdomisili di luar negeri dan investasi luar negeri yang diinvestasikan di pasar Indonesia akan diambil alih oleh tim Aberdeen yang berpusat di Singapura.
Contoh kasus ini merupakan sampel tentang bagaimana nasib reksa dana kita ketika Manajer Investasi dibubarkan. Pertama-tama, perusahaan akan mengumumkan rencana penutupan kepada publik. Kedua, perusahaan akan meminta bank kustodian untuk menghentikan perhitungan nilai aktiva bersih (NAB) dari reksa dana-reksa dana yang akan dibubarkan (dilikuidasi). Selanjutnya, perusahaan mungkin akan melikuidasi reksa dana dan membagikan dananya kepada semua nasabah secara proporsional.
Kita sebagai investor reksa dana tetap akan menerima kembali uang kita setelah Manajer Investasi bubar. Apabila produk reksa dana yang dilikuidasi itu berupa reksa dana pasar uang (RDPU) atau reksa dana pendapatan tetap (RDPT), bisa jadi kita juga mengantongi keuntungan cukup besar darinya. Namun, kita kemungkinan besar menanggung kerugian apabila produk itu berupa reksa dana saham (RDS).
Bursa saham saat ini sedang berkinerja buruk akibat krisis COVID-19. Kebanyakan RDS pun masih menorehkan kinerja negatif. Padahal, likuidasi RDS tentunya akan dilakukan dengan menjual saham yang dipegang Manajer Investasi sesuai dengan harga pasar yang berlaku sekarang. Untungnya, kejatuhan RDS biasanya lebih rendah dan terkendali daripada jika Anda berinvestasi langsung pada saham di masa-masa ini.
Inilah salah satu alasan mengapa RDPU dan RDPT lebih direkomendasikan untuk investor yang memiliki profil risiko konservatif. Ketika berinvestasi RDS, investor mau tidak mau menghadapi fluktuasi seperti dalam investasi saham biasa. Hal ini tidak lantas berarti RDS itu buruk, karena RDS mampu mencetak keuntungan berpuluh kali lipat lebih besar daripada RDPU dan RDTP ketika IHSG menghijau.
Tagged With : investasi masa depan • reksadana • saham