Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) babak belur seiring dengan global market meltdown yang melanda bursa saham berbagai negara lain di seluruh dunia. Rekor IHSG hari ini (12 Maret 2020) bahkan sudah mencapai 4,895.75, terendah sejak pertengahan tahun 2016. Investor saham ramai-ramai cut loss dan melikuidasi portofolio masing-masing karena ketakutan terhadap kemungkinan semakin memburuknya situasi apabila dunia memasuki resesi akibat wabah virus Corona tahun ini.
Dalam situasi seperti ini, muncul pertanyaan tentang apakah himbauan nabung saham yang dikampanyekan oleh BEI dan OJK selama beberapa tahun ini masih relevan? Bukankah para investor yang nabung saham itu sekarang mengalami kerugian besar-besaran?
Nabung saham adalah aktivitas membeli saham secara bertahap dan rutin dengan target profit jangka panjang (lebih dari 5 tahun). Setiap kurun waktu tertentu, investor membeli saham dalam nilai rupiah konstan. Hal ini memungkinkan investor untuk mengoleksi saham dengan harga rata-rata jangka panjang, terlepas dari prediksi naik atau turunnya harga saham tersebut. Teknik ini disebut juga Dollar Cost Averaging.
Bayangkan seandainya harga saham tertentu berfluktuasi antara 1000 – 1200 – 1100 – 900 selama empat bulan beruntun. Investor yang membeli saham pada salah satu waktu saja, maka akan memperoleh harga saham murah (jika prediksi tepat) atau mahal (jika salah prediksi). Sebaliknya, investor yang nabung saham dengan mencicil beli setiap bulan, maka akan memperoleh harga rata-rata yang lebih bagus untuk target keuntungan jangka panjang.
Sejalan dengan basis praktek nabung saham tersebut, maka investor sebenarnya bisa saja memilih untuk tidak mengutak-atik portofolio sama sekali selama masa krisis bursa ini. Lanjutkan saja nabung saham terus selama harga-nya turun, karena ini justru peluang bagi kita untuk menurunkan rata-rata harga saham koleksi. Akan tetapi, ada tiga hal yang perlu diingat jika ingin melanjutkan nabung saham:
- Pastikan saham-saham pilihan merupakan terbitan emiten yang tangguh dalam jangka panjang. Misalnya saham-saham perusahaan yang mendominasi di bidangnya (SMGR, TLKM), perusahaan blue chip top (UNVR, BBRI), atau perusahaan yang rutin membagi dividen dengan dividend yield tinggi.
- Pastikan manajemen perusahaan punya kemampuan memadai untuk menanggulangi kondisi perekonomian nasional dan global yang semakin menantang.
- Pastikan punya persediaan cash memadai untuk menghadapi probabilitas resesi ekonomi kelak. Jangan sampai nantinya terpaksa melakukan cut loss pada harga lebih buruk hanya karena tak punya uang lagi untuk membayar cicilan kredit atau uang sekolah anak.
Apabila investor tidak bisa memenuhi ketiga syarat di atas, maka sebaiknya stop dulu aktivitas nabung saham. Lanjutkan nabung saham lagi setelah situasi membaik dan probabilitas resesi global memudar.
Tagged With : investasi jangka panjang • saham