Full Call Auction, atau yang bertitel lengkap full periodic call auction, menjadi kontroversi baru yang menyita perhatian para trader dan investor di bursa saham Indonesia baru-baru ini. Apa sebenarnya Full Call Auction itu? Mengapa banyak orang sampai mengadakan kampanye untuk menolaknya? Mari kita bahas dalam artikel ini.
Kontroversi bermula ketika Bursa Efek Indonesia merilis Papan Pemantauan Khusus tahap II yang dilaksanakan secara full periodic call auction pada tanggal 25 Maret 2024. Ini merupakan mekanisme perdagangan bursa baru yang sangat berbeda dengan prosedur jual beli saham biasanya.
Pertama-tama, perlu diketahui bahwa Papan Pemantauan Khusus berisi emiten-emiten bermasalah. Ada emiten yang memperoleh notasi khusus sebagai pertanda kondisi keuangan bermasalah, tidak menyerahkan laporan keuangan, dan lain sebagainya. Ada pula emiten yang gagal memenuhi persyaratan free float.
Sebanyak 221 dari 914 emiten di Bursa Efek Indonesia masuk dalam Papan Pemantauan Khusus. Ini mengisyaratkan bahwa setidaknya 24% dari total perusahaan tercatat terbilang bermasalah.
Emiten yang masuk dalam Papan Pemantauan Khusus memiliki sejumlah keistimewaan. Pertama, saham terancam disuspensi bursa apabila bertengger dalam papan tersebut selama setahun berturut-turut. Kedua, perdagangan saham pada papan ini menggunakan skema perdagangan baru full periodic call auction.
Full periodic call auction adalah mekanisme perdagangan saham dengan kuota bid dan ask yang akan dicocokkan pada jam tertentu, sedangkan harganya ditentukan berdasarkan volume pencocokan terbesar. Pelaksanaannya dalam lima sesi periodic call auction dalam satu hari pada Senin-Kamis dan empat sesi pada hari Jumat, di luar perdagangan pasar reguler.
Dengan demikian, ada sejumlah perbedaan penting antara perdagangan pada saham-saham penghuni Papan Pemantauan Khusus dengan saham biasa:
- Perdagangan saham dalam Papan Pemantauan Khusus tidak berlangsung selama jam kerja bursa biasa.
- Perdagangan saham dalam Papan Pemantauan Khusus tidak memiliki order book seperti saham biasa.
- Perdagangan saham dalam Papan Pemantauan Khusus memiliki batas harga lebih rendah, yaitu sampai harga minimum Rp 1.
Sehubungan dengan minimal harga saham yang lebih rendah, mekanisme full periodic call auction juga menerapkan aturan auto rejection yang berbeda dengan biasanya. Batas auto rejection terletak pada Rp 1 untuk saham dengan harga Rp 1 – Rp 10, dan 10% untuk saham dengan harga lebih dari Rp 10.
Sejumlah suara kontra menuding mekanisme ini mirip dengan taruhan, karena partisipan pasar tidak dapat melihat dan berpartisipasi dalam pembentukan harga secara transparan. Apalagi volume perdagangan pada saham-saham recehan seperti ini biasanya sangat rendah, sehingga rentan manipulasi oleh pihak-pihak tertentu yang ingin menggondol dana investor ritel.
Tagged With : investor saham • saham