Presiden The Fed untuk wilayah Kansas City, Esther George, mengungkapkan alasannya mengapa ia menolak Rate Cut pada bulan Juli lalu. Menurutnya, ekonomi AS masih kuat.
“Kita tahu bahwa kami (The Fed) telah menambah akomodasi, padahal menurut pandangan saya, hal itu tak perlu,” kata George dalam wawancaranya dengan CNBC Kamis malam.
“Dengan tingkat pengangguran AS yang sangat rendah, dengan kenaikan upah, dengan tingkat inflasi yang mendekati target The Fed, saya kira kita sudah berada dalam posisi yang bagus sehubungan dengan pencapaian target.” tegasnya.
Dalam notulen FOMC untuk rapat Juli yang dirilis kemarin, George adalah satu dari dua anggota FOMC yang menentang Rate Cut. Satu anggota lagi yang menentang adalah Presiden The Fed untuk wilayah Boston, Eric Rosengren. Komentar hawkish George tersebut cukup berdampak pada yield obligasi, dengan tampaknya kenaikan begitu acara wawancara tersebut disiarkan.
Dampak Perang Dagang Masih Dalam Pengawasan
Pemotongan suku bunga The Fed terjadi di tengah memanasnya perang dagang AS-China dan perlambatan aktivitas ekonomi di luar AS. Dinamika ini menaikkan kekhawatiran akan terseretnya ekonomi AS ke dalam resesi ekonomi.
George mengatakan dalam wawancara tersebut bahwa risiko saat ini memang condong ke arah penurunan. “Seperti yang Anda lihat, pertumbuhan global melambat dan banyaknya ketidakpastian yang berasosiasi dengan isu-isu perdagangan, saya rasa kedua hal itu memang menjadi beban bagi Outlook. Lantas apakah mereka akan menyebar ke ekonomi riil, itulah yang sedang saya awasi sekarang.” lanjut George.
George mengakui bahwa perang dagang AS-China, yang sudah dimulai sejak tahun lalu ini, mulai memberikan dampak pada bisnis dan investasi di AS. Data terbaru, yakni PMI Manufaktur AS versi IHS Markit bahkan melaporkan kontraksi ke level 49.9 di bulan Agustus 2019 ini. Namun demikian, dampak-dampak yang lain masih memerlukan pengamatan lebih lanjut.