3 Kesalahan Fatal Pemula Saat Investasi Reksa Dana

Reksa dana terbuka termasuk alternatif investasi termudah dan termurah bagi pemula. Investor cukup setor dana, lalu Manajer Investasi akan mengelolanya dan melaporkan pertumbuhan dana tiap hari kerja. Tapi, ada saja orang yang merugi dalam investasi reksa dana.

Banyak pemula meremehkan reksa dana, atau justru memandangnya telalu rumit. Karena tak memahami konsep investasi reksa dana dan macam-macamnya, lalu mereka melakukan kesalahan-kesalahan berikut ini.

3 Kesalahan Fatal Pemula Saat Investasi Reksa Dana

1. Berinvestasi Tanpa Tujuan dan Rencana

Mengapa berinvestasi? Pertanyaan ini perlu dijawab, agar kita dapat memilih produk reksa dana yang paling sesuai dengan tujuan kita. Tanpa memiliki tujuan yang jelas, kita mungkin akan asal pilih reksa dana yang kelihatannya bagus.

Umpamanya jika kita ingin investasi untuk dana pendidikan anak kelak, maka sebaiknya memilih jenis reksa dana pendapatan tetap (RDPT) yang relatif aman dan menghasilkan keuntungan lumayan dalam tempo 2-5 tahun ke depan. Atau jika ingin berinvestasi reksa dana sebagai sarana penyimpanan dana darurat, maka jenis reksa dana pasar uang (RDPU) akan lebih tepat. RDPU memberikan keuntungan kecil, tapi stabilitasnya terjamin dan dapat ditarik kapan saja.

Banyak pemula malah langsung memilih jenis reksa dana saham (RDS), karena return-nya yang sangat tinggi. Padahal, return RDS sangat fluktuatif. RDS bisa memberikan pertumbuhan NAB puluhan persen dalam waktu singkat, tapi juga bisa jatuh puluhan persen dalam kurun waktu yang sama. Jadi jenis reksa dana ini lebih cocok untuk uang menganggur atau tujuan jangka waktu lebih dari 5 tahun, dan kurang sesuai bagi rencana pendidikan anak maupun kebutuhan lain yang bersifat krusial.

2. Tidak Mengenal Manajer Investasi

Apakah Anda sudah mengenal perusahaan Asset Management yang mengelola reksa dana Anda? Banyak investor pemula bisa menyebutkan nama perusahaannya saja, tapi tidak tahu rekam jejaknya. Hal ini juga sering terjadi karena pemilihan reksa dana semata-mata berdasarkan grafik return tadi.

Saat memilih reksa dana, sebaiknya carilah manajer investasi yang memiliki dana kelolaan besar. Dana kelolaan alias Asset Under Management (AUM) semakin besar, semakin baik. Ketahui juga sudah berapa lama perusahaan berdiri, penghargaan apa saja yang pernah diterimanya, serta apakah perusahaan pernah terlibat skandal tertentu.

3. Tidak Membaca Prospektus dan Fund Fact Sheet (FFS)

Pertumbuhan reksa dana yang sangat mengagumkan belum tentu baik. Mengapa demikian? Contohnya jika sebuah produk RDS berinvestasi pada saham gorengan, maka NAB-nya akan tumbuh pesat dalam waktu singkat. Keuntungan yang sudah lewat itu mungkin membuat kita terpesona dan segera membeli reksa dana tersebut. Tapi kenaikan harga saham gorengan hanya bersifat sementara. Beberapa waktu kemudian, nilai NAB reksa dana mungkin akan merosot dan modal kita terjebak di dalamnya.

Blunder semacam ini dapat dihindari dengan cara membaca prospektus dan FFS. Semua reksa dana wajib menyediakan kedua dokumen ini agar calon investor memiliki wawasan tentang produk yang diinvestasikan. Demikian pula, sebaiknya investor jangan merasa segan membaca dokumen yang panjang. Prospektus dan FFS kelihatannya bertele-tele, tapi dapat membantu kita menghindari produk reksa dana yang berisiko tinggi dan memilih mana yang lebih baik untuk mencapai target investasi.

Tagged With :

Leave a Comment